Dilihat dari berbagaimacam sudut pandang, amarah dianggap sebagai fitrah manusia.

"Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): 'Aku pasti membunuhmu!' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa'." (Q.S. Al-Maidah 5 : 27)
Sejarah pertama amarah yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah ketika Qabil (anak pertama nabi Adam) hendak membunuh adiknya, Habil. Karena Allah SWT hanya menerima kurban Habil (adiknya) yang dilakukannya dengan ikhlas (ketakwaan). Sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas.

***

Dalam kajian ilmu komunikasi, marah adalah salah satu bentuk dari komunikasi seseorang. Ketika seseorang sedang marah, berarti dia sedang berupaya menyampaikan pesan kepada lawan bicaranya. Bentuk penyampaiannya berbeda-beda, tergantung pada lingkungan dan kondisi sosial budaya yang membentuknya. Di Jepang misalnya, orang sering diam saat marah, karena memang orang-orang Jepang tidak terbiasa mengekspresikan kemarahannya.

Lain halnya dengan orang Amerika. Mereka lebih mudah mengekspresikan kemarahannya lewat tindakan atau prilaku mereka. Sama halnya dengan Suku Batak di tanah air kita. Mereka pun lebih mudah mengekspresikan kemarahannya. Sedangkan suku sunda. Sebagian mereka ada yang terbiasa mengekpresikan kemarahannya, dan sebagian yang lain ada pula yang tidak terbiasa mengekpresikannya.

Menurut kacamata psikologi, marah adalah bagian dari emosi. Di antara sekian banyak emosi, marah dikategorikan sebagai emosi yang negatif. Oleh karena itu, marah harus dikendalikan, jika kemarahan tersebut dapat merugikan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Namun, tidak selamanya amarah dapat merugikan orang lain, karena ada saat-saat dimana marah perlu diekspresikan lewat prilaku. Sebab adakalanya seseorang yang kita ajak bicara baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita main-main atau tidak serius.

Emosi seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Misalnya seseorang yang berprofesi sebagai pengemudi angkutan kota, dia akan lebih mudah marah ketimbang seseorang yang bekerja di ruangan ber-AC. Tuntutan lingkungan yang penuh tekanan, bising, dan panas akan memacu emosi seseorang berada dalam kondisi tinggi.

Dilihat dari berbagaimacam sudut pandang, amarah dianggap sebagai fitrah manusia. Karena amarah merupakan potensi yang dimiliki manusia. Yang akan berkembang sesuai dengan perkembangan manusia itu sendiri.

Lalu, bagaimana posisi amarah dalam kacamata Islam? Dalam hal ini, Islam telah memberikan terapi kepada kita agar mampu mengendalikan amarah dengan cara;

Pertama, Membaca ta'awudz ketika marah. Rasulullah pernah mengajarkannya kepada dua orang sahabat yang saling mencaci, dengan mengatakan, "Sesungguhnya aku akan ajarkan kalian suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilanglah kemarahan kalian, yaitu bacaan A'uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim." (H.R. Bukhari)

Kedua, Merubah posisi ketika marah. Artinya, Ketika posisi marah kita sedang berdiri, maka dianjurkan untuk duduk. Namun ketika posisi marah kita sedang duduk, maka dianjurkan untuk berbaring. Rasulullah saw bersabda, "Apabila salah seorang diantara kalian marah, sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda / hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum reda, maka hendaklah ia berbaring." (H.R. Abu Dawud).

Ketiga, Diam atau tidak berbicara. Rasulullah saw bersabda, "Apabila di antara kalian marah, maka diamlah". (H.R. Ahmad).

Keempat, Berwudhulah. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu diciptakan dari api, dan api itu bisa padam jika diredam dengan air, maka apabila di antara kalian marah, maka berwudlu-lah" (H.R. Ahmad).

Kelima, Lakukanlah shalat. Jika keempat langkah diatas belum mampu meredakan amarah kita, maka ambillah langkah pamungkas, yaitu dengan melaksanakan shalat dua rakaat. Insya Allah dengan shalat tesebut kita mampu meredakan amarah kita, sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu (amarah), maka hendaklah ia bersujud (shalat). (H.R. Tirmidzi)

Itulah lima langkah / terapi untuk mengendalikan amarah. Mudah-mudahan lima langkah tersebut dapat meredakan amarah kita setiapkali kemarahan merasuki jiwa kita. Amiiin…

Wallaahu'alamu bish-shawab.

http://www.percikaniman.org