Bandung, 11 Juli 2011

Himpunan Mahasiswa Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat STIKes Dharma Husada Bandung menggelar sebuah acara
Seminar Nasional Kesehatan dengan tema “Generasi Muda Bebas HIV/AIDS” di Gedung
Wahana Bakti Pos Jl. Banda 30 Bandung, yang bekerja sama dengan BKKBN, KPA (Komisi
Penanggulangan AIDS), Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, beserta RAPPI
(Remaja Aliansi Pita Putih Indonesia) merupakan salah satu dari rangkaian dies natalis Badan Eksekutif Mahasiswa
KM STIKes Dharma Husada Bandung yang ke 9.

Seminar Nasional Kesehatan ini tak
akan berlangsung dengan baik tanpa seorang pemimpin, kebetulan ketua pelaksana
kali ini item manis loh namanya Marselinus Djongo dari Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat tingkat 1 semester 2. Acara yang diikuti ± 300 peserta ini
dihadiri oleh berbagai macam institusi, tak hanya anak-anak DHB yang terlihat
diruangan tersebut, tetapi ada mahasiswa dari institusi yang berbeda
diantaranya : STIKes Cirebon, Kebidanan Ar-Rahman, PPNI, Unpad, STIKes Jendral
Achmad Yani, UPI, dll.

Para peserta tersebut terlihat sangat
antusias dalam mengikuti acara yang bertemakan “Generasi Muda Bebas HIV/AIDS”
ini. Bagaimana tidak, di awal acara mereka di suguhkan dengan penampilan
dari team Angklung STIKes DHB “ASMADA”. Acara yang di awali dengan asmaul husna
oleh team angklung ini berlangsung meriah tanpa mengurangi sedikitpun ke
khususan dari doa yang di panjatkan. Tak hanya asmaul husna yang di
kumandangkan, asmada ini juga menghibur para pserta SEMNAS dengan menyanyikan
sebuah lagu khas sunda “Mojang Priangan” dan lagu dangdut khas Indonesia “Kopi
Dangdut”, membuat para peserta dan tamu undangan ikut terlena dengan acara
pembukaan yang meriah dan unik ini.

Tak hanya itu, acara yang di moderatori
oleh Ibu Siti Sugih ini berlangsung cukup SPEKTAKULER. Dengan para
pemateri yang cukup handal di bidangnya. Diantaranya adalah, Ibu Wida Wiani,
Drs. H. Rukman Heryana.M. M., dan Drs. RD. Yulianto, tak ketinggalan pula ada
Bpk. Giri dari LSM HIV, dan Testimoni dari ODHA yang bernama Oktova atau lebih
akrabnya di panggil Teh Ocha.

“Di lihat dari antusiasme para peserta
dan para pemateri ternyata masih banyak yang konsen mengenai HIV/AIDS, meskipun
kesannya HIV/AIDS ini cerita lama. Tinggal kita nih sebagai Institusi Kesehatan
baik yang mahasiswa maupun staf, seperti yang tadi di jelaskan. Bagaimana
menanggulangi atau mengurangi penyebaran yang sudah sangat luar biasa ini.
Penyebaran virus ini sama halnya dengan kecepatan meteor, tinggal bagaimana
kita menanggapinya. Dan kita semua mempunyai tugas, untuk menyampaikan
informasi ini seluas-luasnya kepada masyarakat” ujar Ibu Ugih yang detemui saat
istirahat di akhir acara.

Memang virus ini cukup mematikan,
dimana bagi setiap yang menderitanya akan menyandang sebagai ODHA seumur
hidupnya.

Adapun cara penyebarannya virus ini
diantaranya lewat cairan, jarum suntik yang bergantian, ibu ke bayi lewat
placenta ataupun ASI, Tim medis yang kontak langsung dengan darah pasien ODHA,
hubungan sex tanpa kondom, dan juga jarum tatto yang bergilir dan tidak di
jamin kesterillannya. Dan yang lebih ironisnya lagi GENERASI MUDA lah yang
menduduki peringkat paling tinggi dalam kasus HIV/AIDS ini. Generasi mudanya
saja sudah BOBROK, terus mau di bawa kemana Negara ini???

Menurut Pak Rukman, “Pengaruh masuknya
budaya asing ke Indonesia  merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam pernyebaran HIV/AIDS di Indonesia”. Terbukti dengan
anak-anak pada zaman sekarang yang tak tau percis budaya tanah kelahirannya
sendiri.

Sekarang HIV/AIDS telah terjadi, dan
kasusnya pun dimana-mana. Bahkan pada tahun ini Jawa Barat menduduki peringkat
ke 3 se-Indonesia sebagai wilayah yang rawan HIV/AIDS. Bahkan menurut Ibu Wina,
“Kita telah gagal dalam upaya pencegahan HIV/AIDS tapi kita bisa mengendalikan
HIV/AIDS”. Pemerintah memang telah gagal tapi bukan berarti diam.

“Karena ini merupakan tanggung jawab
kita bersama dalam membrantas HIV/AIDS dari populasi resiko tinggi ke
masyarakat umum dan sampailah kepada remaja,” tangkas Pak Julianto.

Terus bagaimana dengan ODHA kini?

“ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) ini
jangan kita jauhi ataupun di kucilkan, tapi kita perlu dampingi”, Usul Pak
Gri dari LSM HIV. Beliau ini telah berkecimpung dengan para penderita HIV/AIDS
selama 8 tahun, tetapi tak ada rasa takut sedikitpun walaupun hanya sedikit
pada HIV/AIDS, “Karena dengan memahami cara penanggulanganya dan pencegahannya
maka kita pun aman”, tangkasnya. Pak Giri juga berpesan agar kita lebih
berhati-hati dalam memilih pasangan, jangan lihat face/style tapi kalo kata orang sunda mah tingali BIBIT,
BEBET, BOBOT na.

Salah satu dampingan Pak Giri, kini
ikut dalam acara seminar KESMAS tersebut, namanya OKTOVA/ Teh Ocha (25 th). Teh
Ocha ini seorang istri pecandu narkoba yang menikah di usia muda (16 th) dan
dikaruniai 2 orang anak ( laki-laki dan perempuan) berjuang melawan penyakit
yang menjangkit seumur hidup ini bersama keluarga kecilnya.

Banyak yang Teh Ocha ceritakan
mengenai kehidunya dan keluarganya. Sempat membuat suasana di ruangan ber-AC
ini kelabu mengharu biru seiring ceritanya. Tampak sunyi dan hening. Para
peserta dan semua orang yang ada di dalam acara tersebut terharu sekalipun
takjub mendengar pernyataan Teh Ocha.

Teh Ocha hanya berpesan :

“Karena faktor keluarga dan kembali
lagi ke keluarga, maka jagalah komunikasi antar keluarga agar bisa terhindar
dari pergaulan bebas dan SAY NO TO DRUG’S sampai kapanpun, saat labil atau saat
tidak labil agar kita semua bisa terhindar dari HIV/AIDS maupun IMS”.

Ayo mulai dari sekarang selamatkan
GENERASI MUDA, jadilah generasi muda yang membanggakan.. Mulailah saat ini, di
mulai hari ini, dari diri sendiri, dan dari lingkungan sendiri. [Siti Anisa] Arteri Pers Kampus